Edisi 1804
Saudaraku yang semoga disayangi Allah Ta’ala. Sebelum engkau memutuskan untuk melakukan “childfree”, yaitu memutuskan tidak punya anak dalam pernikahan, kami ajak Anda merenung. Salah satunya adalah renungkan kalimat berikut,
“Kita tidak ada di dunia, jika orang tua kita memutuskan childfree.”
Ya, kalimat di atas untuk memberikan renungan bagi mereka yang memutuskan untuk melakukan childfree. Padahal dampak memutuskan childfree yaitu tidak mempunyai anak dalam pernikahan.
Apabila kita berbicara masalah hak asasi dan hak memilih, memang benar, setiap orang berhak untuk memutuskan tidak punya anak, baik untuk sementara maupun selamanya dengan alasan apapun. Karena hidup itu adalah pilihan. Bahkan apabila ada orang memilih tidak beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, kita tidak bisa memaksa mereka untuk beriman. Tidak ada paksaan dalam agama ini.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Tidak ada paksaan untuk (menganut) agama (Islam).” (Q.S. Al-Baqarah : 256).
Akan tetapi, kita adalah muslim yang beriman, tentu kita berusaha menjalankan syariat Islam yang Allah Ta’ala turunkan dan Allah Ta’ala hanya ridha dengan agama Islam.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya agama yang diridai dan diterima di sisi Allah hanyalah Islam.” (Q.S. Ali ‘Imran : 19).
Patut kita camkan bahwa Allah Ta’ala yang lebih mengetahui bagaimana cara manusia hidup berbahagia dengan kebahagiaan hakiki, bukan kebahagiaan semu semata. Konsep kehidupan selain dari konsep Islam yang Allah Ta’ala turunkan hanyalah membawa kepada kesengsaraan yang terlihat seolah-olah kebahagiaan. Allah Ta’ala yang menciptakan manusia dan seluruh alam semesta sehingga Allah Ta’ala yang paling mengerti konsep dan cara untuk berbahagia.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Katakanlah, ‘Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah?’” (Q.S. Al-Baqarah: 140).
Tentu saja konsep childfree ini tidak sesuai dengan ajaran Islam, banyak sekali poin-poin yang bertentangan, di antaranya:
Pertama, mempunyai anak adalah fitrah manusia dan kebahagiaan orang tua adalah memiliki anak. Betapa banyak pasangan mandul yang sampai saat ini berusaha memiliki anak. Mereka bahkan rela mengorbankan apa saja untuk berobat agar memiliki anak. Pasangan yang mandul ini tentu saja sedih hidup mereka belum dikarunai anak.
Anak-anak adalah permata hati dan kebahagiaan bagi mereka yang masih berada dalah fitrah.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Q.S. Ali ‘Imran: 14).
Para Nabi ‘alaihimush shalaatu was salaam ada yang belum dikaruniai anak sampai mereka berumur tua. Semisal Nabi Ibrahim dan Nabi Zakaria ‘alaihimassalam. Mereka sangat sedih jika tidak mempunyai anak yang meneruskan generasi dan gen mereka di muka bumi. Mereka pun berdoa kepada Allah Ta’ala agar dikaruniai anak dan Allah telah mengabulkan doa mereka.
Perhatikan doa Nabi Zakaria ‘alaihissalam berikut ini,
“Dan (ingatlah kisah) Zakaria, ketika dia menyeru Tuhannya, ‘Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik’. Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung.” (Q.S. Al-Anbiya’: 89-90).
Kedua, memiliki anak dan mendidiknya dengan baik termasuk sunnah.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, ‘Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat’.” (H.R. Ibnu Hibban. Lihat Al-Irwa’ no. 1784).
Ketiga, terlalu banyak dalil perintah agar kita memiliki dan memperbanyak keturunan.
Salah satunya bahwa jumlah keturunan yang banyak adalah karunia. Sehingga Kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissalam diperingatkan tentang karunia mereka, yaitu jumlah yang banyak padahal dahulunya sedikit,
“Dan ingatlah di waktu dahulu kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu.” (Q.S. Al-A’raf: 86).
Keempat, anak mendatangkan rizki dengan izin Allah
Hendaknya kita menjemput rizki tersebut dan tidak bermalas-malasan. Allah Ta’ala menyebut memberi rizki untuk anak dan baru kemudian orangtuanya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan janganlah kalian membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepada kalian.” (Q.S. Al-Isra’: 31).
Kelima, anak-anak adalah perawat kita ketika sudah tua. Bisa jadi ketika kita tua renta kelak akan berpenyakitan seperti terkena stroke (semoga Allah Ta’ala menjaga kita). Dalam keadaan seperti ini, yang paling ikhlas merawat kita adalah anak-anak kita.
Terlebih anak tersebut adalah anak yang shalih yang berusaha berbakti mencari surga Allah melalui ridha orang tuanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua.” (H.R. Bukhari dalam Adabul Mufrad),
Keenam, anak-anak adalah amal jariyah paling berharga yang akan mendoakan kita ketika kita sudah meninggal kelak. Anak-anaklah yang paling mengingat kita dan mendoakan kita di saat orang lain melupakan kita.
Bisa jadi orang tua akan terkaget-kaget di akhirat, karena dia mendapat kedudukan tinggi. Dia bertanya-tanya, ternyata karena doa anak-anaknya, bukan orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di surga.” Maka ia pun bertanya, “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab, “Berkat istighfar anakmu bagi dirimu.” (H.R. Ahmad, Ibnu Katsir berkata, isnadnya shahih).
Tentu masih banyak poin pembahasan lainnya.
Demikian, semoga bermanfaat.
Ditulis oleh dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK
Disarikan dari https://muslim.or.id/68365-childfree-dalam-padangan-islam.html